Jendela Nusantara

Sabdo Palon & Naya Genggong Nagih Janji

Perjalanan Akhir Prabu Siliwangi VIII (1.567 M - 1.579 M)


Jakarta (PerpustakaanTanahImpian) - Jayadewata atau Prabu Dewantaprana Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi adalah salah satu Raja Pajajaran yang cukup terkenal dan sakti mandraguna. Ia memiliki banyak pengikut serta membuat Negeri Sunda menjadi terkenal seantero Nusantara.

Predikat sebagai Prabu Wangi, diberikan kepadanya oleh rakyatnya,  karena ketegarannya mempertahankan kehormatan dan martabat Kerajaan Sunda Galuh Bersatu dari serangan Kerajaan Majapahit, ketika "Perang Bubat", pada tahun 1.357 M.

Ia gugur bersama semua pengiring, pengawal, dan putrinya yang cantik nan jelita, Dyah Pitaloka. Predikat Prabu Wangi sebagai penghormatan terhadap semua jasa, dan pengabdian sang Raja, sehingga Namanya menjadi Wangi atau Harum.

Nama Raja-raja Kerajaan Sunda-Galuh Bersatu (Ibukota : Pajajaran / Kawali - Galuh / Saunggalah), yakni:
  • Prabu Linggadéwata (1311-1333)
  • Prabu Ajiguna Linggawisésa (1333-1340)
  • Prabu Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350)
  • Prabu Maharaja Linggabuanawisésa / Sri Baduga Maharaja I Linggabuanawisésa (yang gugur dalam Perang Bubat, 1,350 M – 1.357 M) Prabu Wangi
  • Prabu Guru Mangkubumi Bunisora Suradipati atau Prabu Guru di Jampang , Adik Linggabuanawisesa (1.357 M – 1.371 M)
  • Prabu Niskala Wastu Kancana putra Linggabuanawisesa atau Anggalarang atau Wangisutah  (1.371 M – 1.475 M) Prabu Siliwangi I
  • Sri Baduga Maharaja Ratu Aji (Aji - Bukan Haji) / Prabu Susuktunggal (1.475 M – 1.482 M) Prabu Siliwangi II sebagai Raja Sunda saja. Hal ini dikarenakan sepeninggal Prabu Niskala Wastu Kancana, kerajaan dipecah dua di antara Prabu Susuktunggal dan Prabu Dewa Niskala (seorang raja Kerajaan Surawisesa di Galuh Kawali 1.475 M - 1.482 M) dalam kedudukan sederajat.
  • Jayadéwata Sri Baduga Maharaja putra Dewa Niskala, Jayadéwata bergelar Sri Baduga Maharaja / Raden Pamanah Rasa / Pangeran Jaya Dewata (1.482 M – 1.521 M) Prabu Siliwangi III
  • Prabu Surawisesa (1.521 M - 1.535 M) Prabu Siliwangi IV
  • Prabu Déwatabuanawisésa / Ratu Dewata (1.535 M - 1.543 M) Prabu Siliwangi V
  • Prabu Sakti / Ratu Sakti (1.543 M - 1.551 M) Prabu Siliwangi VI
  • Prabu Nilakendra Tohaan di Majaya (1.551 M - 1.567 M) Prabu Siliwangi VII
  • Prabu Suryakancana atau Prabu Ragamulya  (1.567M - 1.579 M), sebagai raja terakhir, karena runtuhnya kerajaan tersebut, setelah ibu kota kerajaan ditaklukan oleh Maulana Yusuf dari Kesultanan Banten pada tahun 1.579 M. Prabu Siliwangi VIII
Menurut Prof. Dr. Ayatrohaedi, Prabu Bunisora Suradipati (adik Prabu Wangi) tidak disebut sebagai Prabu Siliwangi, karena hanya sebagai “Ratu Panyelang” atau “Raja penyelang”.

Jadi Prabu Siliwangi dihitung mulai dari Niskala Wastu Kancana (putra Prabu Wangi), sehingga urutannya seperti tersebut di atas. Hal tersebut karena secara umum, garis keturunan Raja adalah, mengacu pada Nasab Raja secara garis laki-laki kepada garis keturunan di atasnya.

Oleh karenanya, adik prabu Linggabuana yaitu Bunisora Suradipati tidak dihitung sebagai Prabu Siliwangi, karena bukan keturunannya.

Sementara Tim Tanah Impian menggunakan Nasab yang umum, kecuali pada situasi-situasi tertentu, misalnya Prabu Wangi tidak memiliki Putra.

Dilain pihak, beberapa budayawan menganggap, bahwa Prabu Bunisora Suradipati, adik dari Sri Baduga Maharaja I Linggabuanawisésa alias Prabu Wangi, termasuk “Siliwangi”. Jadi Prabu Bunisora dihitung sebagai “Siliwangi I”. Sehingga Raja yang gelar Prabu Siliwangi ada 9 orang.

Siliwangi adalah Gelar
Dari naskah yang ditulis pada tahun 1.518 M, saat Sri Baduga masih hidup. Lakon Prabu Siliwangi dalam berbagai versinya berintikan kisah tokoh tersebut menjadi raja di Pakuan.

Sri Baduga lebih dikenal dengan nama Prabu Wangi, yang  dalam Kropak 630 sebagai lakon pantun.

Jayadewata atau Sri Baduga Maharaja I Linggabuanawis̩sa (yang gugur dalam Perang Bubat, 1.350 M Р1.357 M), yang diidentikkan dengan Prabu Wangi, sesungguhnya adalah awal dari munculnya istilah Prabu Siliwangi bagi keturunannya.

Sehingga nama Prabu Siliwangi merupakan julukan bagi Raja-raja Sunda yang menggantikan Raja Sunda sebelumnya, setelah predikat Prabu Wangi muncul.

Baca juga : Ramalan Prabu Siliwangi VIII

Hal ini persis sama dengan sejarah orang Jawa, yang mencatat ada lima raja bernama Prabu Brawijaya, dan kebetulan yang paling dikenal adalah yang terakhir yakni Prabu Brawijaya V, yang juga berakhir dengan Moksa (Ngahiyang).

Baca juga : Perjalanan Akhir Prabu Brawijaya V - (1.413 M - 1.478 M)

Sementara sejarah orang Sunda, mencatat ada delapan Prabu Siliwangi dimana yang paling menjadi bahan pembicaraan adalah yang terakhir yakni Prabu Siliwangi VIII, yang kebetulan juga berakhir dengan Moksa (Ngahiyang).

Baca juga : Hoax : Siliwangi VIII Masuk Islam

Menurut naskah Wangsakerta Cirebon (ditulis selama 21 tahun, 1.677 M - 1.698 M dengan aksara Jawa), diperkuat oleh pendapat Prof. Dr. Ayatrohaedi, arkeolog, ahli bahasa, peneliti sejarah Sunda, dan guru besar arkeologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia, sebenarnya tidak ada raja Sunda bernama Prabu Siliwangi.

Keturunannya Masih Ada
Berbekal "Amanat Galunggung" : Ada dahulu ada sekarang, tak ada dahulu, maka tak ada sekarang.

Maka dapat dikatakan bahwa keturunan Siliwangi masih eksis hingga kini.

Berangkat dari garis ayah (garis geneologi), maka para keturunannya hingga hari ini berhak menyebut Siliwangi. Meskipun tidak lagi mempunyai kekuatan politik kenegaraan, gelar Siliwangi dapat digunakan oleh para keturunannya (seuweu-siwi), dari Garwa Padmi (Permaisuri).

Etimologi
Makna Siliwangi adalah berasal dari kata “Silih” dan “Wawangi”, artinya sebagai pengganti Prabu Wangi.

Pustaka Rajyarajya I Bhumi Nusantara II mengungkapkan bahwa orang Sunda menganggap Sri Baduga sebagai pengganti Prabu Wangi, sebagai silih yang telah hilang.

Naskah dengan esensinya antara lain :
Dalam medan perang Bubat, tak gentar Prabu Wangi menghadapi pasukan Majapahit yang besar pimpinan sang Patih Gajah Mada .

Prabu Maharaja sangat menguasai ilmu senjata, dan mahir berperang, tidak sudi diperintah atau dijajah orang lain,  ia membinasakan banyak tentara dari musuhnya.

Ia memperjuangkan kemakmuran, dan kesejahteraan hidup rakyatnya di seluruh bumi Tatar Sunda. Meskipun pada akhirnya, ia bersama semua pengiringnya gugur tidak tersisa.

Namun sikap kesatria Sang Prabu Maharaja, sangat membanggakan keluarga, menteri-menteri kerajaan, angkatan perang, dan rakyat Tatar Sunda.

Kebanggan tersebutlah yang membuat Prabu Maharaja Linggabuanawisésa / Sri Baduga Maharaja I Linggabuanawisésa disebut sebagai sang Prabu Maharaja Mewangi, yang selanjutnya ia disebut dengan sebutan "Prabu Wangi". Kemudian para keturunannya disebut dengan nama Prabu Siliwangi.

Selain itu, menurut tradisi lama, orang tidak diperbolehkan untuk menyebut gelar Raja yang sesungguhnya - pamali, olehkarenya melalui pantun-lah sebutan Siliwangi menjadi populer.

Dengan sebutan Prabu Siliwangi yang dikenal dalam literatur Sunda, pada masa Wangsakerta, mengungkapkan, bahwa Siliwangi bukanlah nama pribadi

“Kawalya ta wwang Sunda lawan ika wwang Carbon mwang sakweh ira wwang Jawa Kulwan anyebuta Prabhu Siliwangi raja Pajajaran. Dadyeka dudu ngaran swaraga nira”.

Artinya ::
“Hanya orang Sunda dan orang Cirebon serta semua orang Jawa Barat yang menyebut Prabu Siliwangi Raja Pajajaran. Jadi nama itu bukan nama pribadinya.”

Sumber : Dari berbagai sumber
Foto : Istimewa

Budaya Arab Ternyata Warisan dari Budaya Agama Kristen