Jakarta (PerpustakaanTanahImpian) - Menurut penelitian para ahli (salah satunya - Profesor Stephen Opphenheimer), bahwa domestikasi (Asal Usul) Anjing adalah di bumi Nusantara ini. Sehingga seharusnya, secara "Ceteris Paribus" pola interaksi di dalam masyarakat yang hidup berdampingan pun mempunyai sifat-sifat Anjing yang sangat baik, yakni; setia, loyal, berkomitmen, dan masih banyak lagi, kebaikan-kebaikan dari sifat-sifat Anjing itu sendiri.
Anjing sebagai binatang yang baik, selalu disudutkan keberadaannya dengan segudang labeling, dan posisinya digantikan dengan Kucing.
Lagi-lagi penciptaan friksi logika kedalam masyarakat Indonesia oleh tentunya Pihak Asing (Bisa Bangsa Barat, Bisa Bangsa Timur Tengah, Bisa juga Bangsa Asia Timur). Secara kasat mata apa untungnya? Memang tidak terlihat.
Seperti saya katatakan di artikel lain di laman ini, bahwa penciptaan friksi logika tersebut, akan berakibat dalam proses jangka panjang, yang akhirnya akan menciptakan logika bangsa ini yang tidak searah dengan kenyataannya, atau bahkan justru meniru prilaku labeling itu sendiri.
Bangsa kita sekarang ini memasuki sebagai "Bangsa Kucing" dimana yang kita kenal, 99,9% kucing tidak setia, tidak loyal, tidak mempunyai komitmen, dan masih banyak lagi.
Lagi-lagi, friksi logika itu terjadi. Dimana seharusnya orang justru bangga jika dikatakan dirinya "Setia, Loyal, Berkomitmen" seperti Anjing. Tetapi saat ini, anehnya, banyak orang justru bangga jika dikatakan dirinya sebagai Kucing, yang nobatene, tidak setia, tidak loyal, dan tidak mempunyai komitmen.
Selanjutnya, silahkan Anda cermati sendiri....
Sapto Satrio Mulyo