Beberapa kali saya tugas belajar di luar negeri (Eropa dan Asia), dan saya menanyakannya kepada para mahasiswa asing di lingkungan saya sekolah, mereka tidak mengenal makna Buaya sebagai Playboy, kalau Kelinci sebagai Playboy mereka sepakat, karena Tukang Kawin.
Dan dari berbagai literatur yang saya baca, bahkan ada yang memberikan keterangan, jika dari salah satu pasangannya mati, yang ditinggalkan berusaha bunuh diri. Itulah kesetiaan Buaya.
Ini adalah salah satu penciptaan friksi logika kedalam masyarakat Indonesia oleh tentunya Pihak Asing (Bisa Bangsa Barat, Bisa Bangsa Timur Tengah, Bisa juga Bangsa Asia Timur). Secara kasat mata apa untungnya? Memang tidak terlihat.
Tetapi, dalam proses jangka panjang akan menciptakan logika bangsa ini yang tidak searah dengan kenyataannya, atau bahkan justru meniru prilaku labeling itu sendiri.
Contoh yang gampang, ada satu suku di Indonesia yang membawa simbol buaya sebagai kesetiaan, hal ini diterapkan pada saat acara lamaran perkawinan, dimana mereka membawa simbol roti buaya, sebagai lambang kesetiaan. Tetapi justru merekalah target infiltrasi bangsa asing tersebut. Hasilnya, sekarang mereka memiliki predikat "Tukang Kawin".
Kenyataannya, Buaya adalah binatang yang paling setia, karena mereka hanya mempunyai satu pasangan seumur hidupnya. Oleh karenanya, orang Betawi membawa "Roti Buaya" dalam acara lamaran Pernikahan, karena harapannya adalah "Setia Sehidup Semati".
Disinilah, friksi logika itu terjadi. Dimana seharusnya orang justru bangga jika dikatakan dirinya "Setia" seperti Buaya.
Setelah membaca artikel ini, saya harap Anda semua, tidak memperolok pria atau wanita pese!ingkuh, tidak lagi dengan membawa Hewan yang paling setia ini...
Selanjutnya, silahkan Anda cermati sendiri.... (SSM)