Manado (PerpustakaanTanahImpian) - Masyarakat Jawa di Suriname, ternyata adalah masyarakat yang Berbudi Luhur, dimana mereka tidak melupakan asal-usulnya. Yakni, Kacang Yang Tidak Lupa Akan Kulitnya
Kerukunan dan rasa persaudaraan orang Jawa di Suriname ini, dilaksakan dengan masih melaksanakannya acara-acara Selamatan dan Tradisi Jawa, seperti misalnya; Mitoni (Hamil Tujuh Bulan), Upacara Perkawinan Jawa, Peringatan hari ke 3, ke 7, dst setelah meninggalnya seseorang.
Pemahaman makna dan pelaksanaan upacara adat dan tradisi tersebut, masih diwariskan secara turun termurun, seperti yang biasa dilaksanakan di Tanah Leluhurnya Jawa. Misalnya kematian seseorang juga diperingati sesudah satu tahun, dua tahun, dan sesudah lewat satu windu.
Ada perbedaan antara adat Kebiasaan Islam dan Tradisi Kejawen. Contoh lain, adalah perbedaan Arah Kiblat. Karena di Jawa orang Islam mengambil arah kiblat ke Barat, maka setibanya di Suriname pun mereka mendirikan mesjid dengan arah kiblat ke Barat.
Sampai suatu saat, datangnya kelompok baru yang berpendapat bahwa, di Suriname arah kiblatnya ke Timur. Kelompok pendatang baru ini pun mendirikan mesjid dengan arah ke Timur, atau berlawanan dengan pendahulunya. Hal ini terjadi hingga sekarang, dimana masih terdapat dua Arah Mesjid. Pengikutnya pun membedakan diri sebagai Penganut Aliran Barat (Islam Kejawen), dan Penganut Aliran Timur.
Sumber : dari berbagai sumber