Prof. Dr. Khoirul Anwar merupakan seorang ilmuwan top di Jepang yang berasal dari Dusun Jabon, Desa Juwet, Kecamatan Kunjang, Kabupaten Kediri, Jawa timur dimana telah memegang dua hak paten penting di bidang telekomunikasi. Khoirul adalah lulusan Jurusan Elektro, Institut Teknologi Bandung dengan cum laude di tahun 2000. Meraih gelar master dan doktor dari Nara Institute Science and Technology ( NAIST ) pada tahun 2005 dan 2008.
Profesor kelahiran Kediri tahun 1978 itu menemukan metode komunikasi yang lebih cepat dengan energi yang lebih sedikit dalam keterbatasan kanal komunikasi. Dia mengurangi daya transmisi, hasilnya kecepatan data yang dikirim meningkat. "Sistem ini mampu menurunkan energi sampai 5dB atau 100 ribu kali lebih kecil dari yang diperlukan sebelumnya," katanya.
Ternyata penemuan hebat anak dari almarhum Sudjianto dan Siti Patmi ini terinspirasi dari film animasi untuk anak-anak. Dragon Ball, sebuah film anime Jepang yang kerap ia tonton jadi sumber inspirasinya. "Ketika Goku (tokoh utama Dragon Ball) akan melayangkan Spirit Ball yang merupakan jurus terdahsyatnya, Goku akan menyerap semua energi makhluk hidup di alam sehingga menghasilkan energi yang luar biasa," katanya.
Konsep itu, lanjut Khoirul, diturunkan formula matematikanya untuk diterapkan pada penelitian. Jurus Spirit Ball dianalogikan sebagai turbo equalizer yang mampu mengumpulkan seluruh energi dari blok transmisi yang ter-delay, maupun blok transmisi terdahulu, untuk melenyapkan distorsi data akibat interferensi gelombang.
"Kini sebuah sinyal yang dikirimkan secara nirkabel, tak perlu lagi diperisai oleh guard interval untuk menjaganya kebal terhadap delay, pantulan, dan interferensi. Awalnya hal itu dianggap tak mungkin di dunia telekomunikasi," katanya.
Lebih lanjut Khoirul mengatakan bahwa guard interval merupakan sesuatu yang tidak berguna di perangkat penerima. "Selain hanya untuk pembatas, mengirimkan power untuk sesuatu yang tidak berguna adalah sia-sia," imbuh suami dari Sri Yayu Indriyani.
Metode ala jurus Dragon Ball ini bisa dibilang mampu memecahkan masalah transmisi nirkabel. Apalagi temuan ini bisa diterapkan pada hampir semua sistem telekomunikasi, termasuk GSM, CDMA, dan cocok untuk diterapkan pada sistem 4G yang membutuhkan kinerja tinggi dengan tingkat kompleksitas rendah.
Menurut Khoirul, dalam penerapannya metode ini mampu menjawab masalah telekomunikasi di kota besar yang punya banyak gedung pencakar langit maupun di pegunungan. "Sebab di daerah itu biasanya gelombang yang ditransmisikan mengalami pantulan dan delay lebih panjang," katanya.
Temuan lulusan Teknik Elektro ITB yang telah dipatenkan itu kini digunakan oleh sebuah perusahaan elektronik besar asal Jepang. Bahkan teknologi ini juga tengah dijajaki oleh raksasa telekomunikasi Cina, Huawei Technology.
Dengan digunakannya teknologi ini oleh industri, Khoirul berhak mendapatkan royalti. Dan sebagai penghargaan terhadap orang tuanya, royalti pertamanya dia berikan kepada sang ibu di Kediri. "Karena ibu yang berjuang sendirian menyekolahkan saya," katanya.
Perjalanannya untuk menempuh pendidikan hingga ke Negeri Matahari Terbit itu cukup berliku. Tapi semangatnya belajar membuat dia bisa mengatasi segala kekurangan. Sebagai orang yang tinggal di desa, Khoirul harus membayar biaya kos saat sekolah di Kediri. Tapi ada yang membantunya dengan menawarkan tempat kos gratis. Begitu juga saat kuliah di Bandung. Selama empat tahun dia mendapatkan beasiswa.
Dan beasiswa juga yang membawanya melanjutkan studi di negara samurai. Lewat program beasiswa Panasonic, Khoirul bisa belajar di Nara Institute of Science and Technology. "Dan untuk program doktor di kampus yang sama dapat beasiswa dari satu perusahaan di Jepang," katanya.
Ternyata gairah meneliti Khoirul sudah muncul sejak kecil. Tatkala mendengar cerita tentang mumi Firaun yang utuh dengan dibalsam, dia coba terapkan pada bangkai burung. Dengan balsam, dia lumuri seluruh tubuh bangkai burung. Harapannya, bangkai burung itu bisa tetap awet seperti mumi Firaun. "Tapi ternyata percobaan itu gagal," kenangnya.
Kegagalan kala itu tidak membuatnya patah semangat. Dengan giat belajar, dia bertekad untuk bisa melakukan penelitian yang berhasil. Dan cita-citanya terbukti di Jepang sebagai negara yang suasananya mendukung para peneliti.
Acap Didaulat Jadi Khatib Idul Fitri
"Di Jepang, saya benar-benar merasakan derajat kita sama dengan ilmuwan Amerika Serikat dan Eropa. Perasaan ini muncul mungkin karena fasilitas penelitian semuanya lengkap, bahkan mungkin lebih baik," katanya.
Meski suasana di Jepang dianggapnya mendukung semangat penelitiannya, Khoirul tak ingin selamanya tinggal di sana. "Saya bermimpi pulang setelah menjadi orang penting di bidang telekomunikasi," katanya. "Soal waktu, entah kapan akan terlaksana."
Walau Khoirul merupakan seorang peneliti telekomunikasi yang hebat, tapi waktunya tak hanya habis di laboratorium. Selain membimbing dan mengajar mahasiswa S2 dan S3, dia juga kerap berceramah pada majelis pengajian di sana. "Bahkan kerap didaulat jadi khatib salat Idul Fitri," ucap bapak tiga anak ini.
Tak jarang dia juga diminta untuk berbicara soal kebudayaan Indonesia. Pada berbagai forum kebudayaan itu, lanjut Khoirul, dirinya berkesempatan memberikan informasi tentang Indonesia. Pasalnya, banyak komentar yang muncul soal Indonesia. Ada yang memuji dan ada yang menghujat. "Kami yang tinggal di luar negeri kan otomatis menjadi duta bangsa," katanya.
Ternyata penemuan hebat anak dari almarhum Sudjianto dan Siti Patmi ini terinspirasi dari film animasi untuk anak-anak. Dragon Ball, sebuah film anime Jepang yang kerap ia tonton jadi sumber inspirasinya. "Ketika Goku (tokoh utama Dragon Ball) akan melayangkan Spirit Ball yang merupakan jurus terdahsyatnya, Goku akan menyerap semua energi makhluk hidup di alam sehingga menghasilkan energi yang luar biasa," katanya.
Konsep itu, lanjut Khoirul, diturunkan formula matematikanya untuk diterapkan pada penelitian. Jurus Spirit Ball dianalogikan sebagai turbo equalizer yang mampu mengumpulkan seluruh energi dari blok transmisi yang ter-delay, maupun blok transmisi terdahulu, untuk melenyapkan distorsi data akibat interferensi gelombang.
"Kini sebuah sinyal yang dikirimkan secara nirkabel, tak perlu lagi diperisai oleh guard interval untuk menjaganya kebal terhadap delay, pantulan, dan interferensi. Awalnya hal itu dianggap tak mungkin di dunia telekomunikasi," katanya.
Lebih lanjut Khoirul mengatakan bahwa guard interval merupakan sesuatu yang tidak berguna di perangkat penerima. "Selain hanya untuk pembatas, mengirimkan power untuk sesuatu yang tidak berguna adalah sia-sia," imbuh suami dari Sri Yayu Indriyani.
Metode ala jurus Dragon Ball ini bisa dibilang mampu memecahkan masalah transmisi nirkabel. Apalagi temuan ini bisa diterapkan pada hampir semua sistem telekomunikasi, termasuk GSM, CDMA, dan cocok untuk diterapkan pada sistem 4G yang membutuhkan kinerja tinggi dengan tingkat kompleksitas rendah.
Menurut Khoirul, dalam penerapannya metode ini mampu menjawab masalah telekomunikasi di kota besar yang punya banyak gedung pencakar langit maupun di pegunungan. "Sebab di daerah itu biasanya gelombang yang ditransmisikan mengalami pantulan dan delay lebih panjang," katanya.
Temuan lulusan Teknik Elektro ITB yang telah dipatenkan itu kini digunakan oleh sebuah perusahaan elektronik besar asal Jepang. Bahkan teknologi ini juga tengah dijajaki oleh raksasa telekomunikasi Cina, Huawei Technology.
Dengan digunakannya teknologi ini oleh industri, Khoirul berhak mendapatkan royalti. Dan sebagai penghargaan terhadap orang tuanya, royalti pertamanya dia berikan kepada sang ibu di Kediri. "Karena ibu yang berjuang sendirian menyekolahkan saya," katanya.
Perjalanannya untuk menempuh pendidikan hingga ke Negeri Matahari Terbit itu cukup berliku. Tapi semangatnya belajar membuat dia bisa mengatasi segala kekurangan. Sebagai orang yang tinggal di desa, Khoirul harus membayar biaya kos saat sekolah di Kediri. Tapi ada yang membantunya dengan menawarkan tempat kos gratis. Begitu juga saat kuliah di Bandung. Selama empat tahun dia mendapatkan beasiswa.
Dan beasiswa juga yang membawanya melanjutkan studi di negara samurai. Lewat program beasiswa Panasonic, Khoirul bisa belajar di Nara Institute of Science and Technology. "Dan untuk program doktor di kampus yang sama dapat beasiswa dari satu perusahaan di Jepang," katanya.
Ternyata gairah meneliti Khoirul sudah muncul sejak kecil. Tatkala mendengar cerita tentang mumi Firaun yang utuh dengan dibalsam, dia coba terapkan pada bangkai burung. Dengan balsam, dia lumuri seluruh tubuh bangkai burung. Harapannya, bangkai burung itu bisa tetap awet seperti mumi Firaun. "Tapi ternyata percobaan itu gagal," kenangnya.
Kegagalan kala itu tidak membuatnya patah semangat. Dengan giat belajar, dia bertekad untuk bisa melakukan penelitian yang berhasil. Dan cita-citanya terbukti di Jepang sebagai negara yang suasananya mendukung para peneliti.
Acap Didaulat Jadi Khatib Idul Fitri
"Di Jepang, saya benar-benar merasakan derajat kita sama dengan ilmuwan Amerika Serikat dan Eropa. Perasaan ini muncul mungkin karena fasilitas penelitian semuanya lengkap, bahkan mungkin lebih baik," katanya.
Meski suasana di Jepang dianggapnya mendukung semangat penelitiannya, Khoirul tak ingin selamanya tinggal di sana. "Saya bermimpi pulang setelah menjadi orang penting di bidang telekomunikasi," katanya. "Soal waktu, entah kapan akan terlaksana."
Walau Khoirul merupakan seorang peneliti telekomunikasi yang hebat, tapi waktunya tak hanya habis di laboratorium. Selain membimbing dan mengajar mahasiswa S2 dan S3, dia juga kerap berceramah pada majelis pengajian di sana. "Bahkan kerap didaulat jadi khatib salat Idul Fitri," ucap bapak tiga anak ini.
Tak jarang dia juga diminta untuk berbicara soal kebudayaan Indonesia. Pada berbagai forum kebudayaan itu, lanjut Khoirul, dirinya berkesempatan memberikan informasi tentang Indonesia. Pasalnya, banyak komentar yang muncul soal Indonesia. Ada yang memuji dan ada yang menghujat. "Kami yang tinggal di luar negeri kan otomatis menjadi duta bangsa," katanya.
Sumber: http://forum.viva.co.id/tokoh-dunia/399035-penemu-sistem-4g-asli-orang-indonesia.html