Kanguru |
Gambar ini selalu ada di setiap ekor pesawat flag-carier Australia yang menganggap bahwa Kangguru adalah hewan endemik benua itu.
Namun sebenarnya Kangguru juga ada di Papua, sebuah wilayah yang masuk wilayah administratif Negara Kesatuan Republik Indonesia. Orang pasti bertanya, siapa yang membawa Kangguru itu ke Papua?
Tidak perlu jauh-jauh Kangguru, suku Aborigin sebenarnya juga merupakan suku asli Papua. Siapa yang menyuruh suku Papua pindah ke Australia dan menamakan dirinya Aborigin?
Saat di masa air laut masih berada di bawah dataran Sundaland, ada pula dataran yang tidak terendam yang menghubungkan Australia dan Papua, yaitu dataran laut Arafuru yang meluas ke barat hingga ke dataran laut Timor; dataran Arafuruland.
Dataran ini serupa dengan dataran Sundaland. Seluruh suku Papua dulunya juga tinggal di wilayah dataran yang luas antara Papua dan Australia, termasuk Kangguru.
Saat terjadi peluapan air laut maka komunitas kehidupan di dataran antara Papua dan Australia itu berpencar naik ke wilayah yang lebih tinggi, sebagian ke Papua dan sebagian ke Australia, Kangguru juga ikut lari menjauh dari air sebagian ke Papua dan sebagai ke Australia.
Komunitas peradaban suku asli Papua yang tinggal di dataran laut Arafuru dan orang-orang yang tinggal di dataran Sundaland sudah bertetangga sejak lama, sehingga penyatuan wilayah ke dalam
Negara Kesatuan Repulbik Indonesia sebenarnya juga simbolis kebesaran peradaban di masa Sundaland berjaya. Dataran Sundaland dan dataran laut Arafuru hanya dibatasi oleh laut kecil di sepanjang Maluku yang berbentuk cekungan dari atas ke bawah, melewati celah laut Banda hingga celah Timor dengan Nusa Tenggara, ini seperti saat kita berada di Singapura melambaikan tangan ke Malaysia, atau seperti orang Banyuwangi berteriak ke pacarnya yang ada di Bali lewat selat Bali.
Sekarang Australia yang dikendalikan oleh orang bule Eropa seperti lebih memiliki sejarah di kawasan ini dan mencoba untuk sesekali memaksakan kehendak. Mereka adalah tamu, dan akar budaya peradaban di kawasan ini akan menjadi milik komunitas wilayah kawasan ini sendiri.
Akar peradaban yang besar itu tidak akan benar-benar hilang. Yang namanya akar, yang sudah bertahan sangat lama, akan tumbuh berkembang, menampilkan kisah masa lampaunya kembali di kemudian hari. Indonesia - negara lain suka atau tidak - akan tumbuh besar mengulang kisah sejarah kebesaran peradaban Sundaland peradaban Arafuruland.
Pemakaman peradaban raksasa di bawah dasar laut jawa itu masih dilingkupi gejolak supranatural, yang akan memberikan pengaruh-pengaruh positif tentang keinginan para leluhur yang belum terpenuhi di masa hidupnya di masa lampau: kemajuan dan kebesaran harus kembali ke akarnya dan pemiliknya. Dan karena yang tinggal di wilayah angker dan mistis ini adalah sekarang bernama Indonesia, maka negeri ini akan melesat jauh melampau apa yang pernah dibayangkan oleh orang-orang penjajah sekaliber VOC yang gak jelas asal-usulnya.
Cerita kebesaran kerajaan di masa sekedar ratusan tahun silam adalah cerita “sederhana”, tidak lebih dari teaser atau opening credit tittle kalau diibaratkan sebuah film. Namun cerita yang sebenarnya belum digali. Kutukan dataran Sundaland itu akan mengenai seluruh kehidupan negeri ini.
Wilayah Papua yang masuk ke dalam wilayah NKRI akan lebih maju dan makmur dari yang masuk wilayah Papua Nugini. Hak-hak warga suku Papua yang masuk wilayah NKRI akan lebih dihormati oleh negara jika dibandingkan dengan hak-hak warga Aborigin di Australia. Ini akan terjadi karena kita sudah bertetangga erat bahkan sejak jaman es!
Seluruh jiwa dan raga para leluhur Sundaland yang terbenam hanyut di dasar laut Jawa akan membimbing siapa pun manusia yang memimpin di wilayah ini, siapa pun negaranya yang berada di wilayah ini. Indonesia akan jadi mercusuar dunia! Arah kiblat akan mengarah ke Indonesia. Orang-orang yang dulunya ke luar lari dari wilayah dataran Sundaland akibat air bah, dan berpencar ke wilayah-wilayah yang lebih tinggi akan merasakan kerinduan yang sangat besar terhadap negeri ini, negeri kita ini!
Perubahan peradaban di masa depan mungkin tidak dalam bentuk terjadinya pembekuan seperti di jaman es, tapi bisa juga dalam bentuk lain. Di jaman es, dataran Sundaland menjadi surga tempat hidup yang baik karena letaknya di equator dan disinari matahari sepanjang tahun.
Di masa sekarang, kebutuhan hidup, mulai dari sumber daya alam maupun produk-produk non sumber daya alam hingga kebutuhan tenaga kerja TKI, bisa jadi akan dipasok lebih besar oleh Indonesia. Indonesia akan dipandang sebagai sebuah tempat di mana negara lain pun bahkan sangat menginginkan kita untuk menyampaikan pendapatnya untuk permasalahan yang mereka hadapi.
Di masa jaman es, negeri ini dikenal sebagai negeri yang hangat. Di masa sekarang, “kehangatan” itu menjelma menjadi sesuatu yang lebih luas maknanya. Dan ini akan terlihat lebih jelas lagi beberapa dekade ke depan.
Untuk sekarang biarlah yang kita lihat hanyalah titik-titik momentum yang menjadi dasar batu pijakan untuk memulai semua kisah kebesaran Sundaland itu: masuk G-20, ekonomi kita mengalahkan Belanda dan Spanyol tidak lama lagi, komunitas muslim terbesar di dunia yang sekaligus negara demokrasi terbesar dunia. Ini hanya pembuka saja. Indonesia saat ini adalah penyuplai oksigen terbesar dunia!
Sebagian besar hutannya sepanjang tahun mendapat sinar matahari secara penuh dan ini memberikan suplai oksigen dalam jumlah besar yang global itung-itungannya. Jika kita stress dan menebangi seluruh hutan di di wilayah tropis equator ini, maka dunia akan kolaps! Ini bukti kecil, atau bisa pula disebut simbolisasi, betapa di masa sekarang pun lingkungan kehidupan global itu sangat membutuhkan wilayah yang disebut Indonesia.
Simbolisasi tentang masa silam pula, betapa wilayah dataran Sundaland itu juga menjadi sebuah wilayah yang menyediakan tempat hidup yang sangat global sifatnya. Orang Jawa Timur boleh mengagungkan Majapahit. Orang Sumatra boleh mengagungkan Sriwijaya. Orang Kalimantan boleh mengagungkan Kutai. Orang Papua boleh mengangungkan raja-raja dan suku-sukunya.
Semua itu hanya kepingan. Yang menyatukan semua itu adalah ruh para leluhur Sundaland dan leluhur dataran Papua yang juga terendam air bah di dataran Arafuruland. Tidak lama lagi akan terbentuk sebuah perwujudan peradaban yang lebih besar dan sifatnya global, melebihi sekedar batas wilayah negara di timur Papua atau di utara Kalimantan.
Sebuah batas yang tidak terhingga dan TNI tidak perlu mengirim tank Leopard untuk menjaganya. Batas-batas yang tidak akan pernah bisa dijajah oleh siapa pun, karena ini sudah tercetak di lempeng muka bumi, sudah diukir secara geologis oleh kekuatan yang maha besar.
Negeri ini seharusnya mungkin tidak hanya memperingati tanggal 17 Agustus sebagai hari kemerdekaan sebagai sebuah bangsa, tapi perlu pula melakukan sebuah ritual nasional tabur bunga dan berkabung di atas laut Jawa sebagai penghormatan terhadap peradaban Sundaland dan dilakukan juga di atas laut selat Darwin atau laut Arafuru sebagai pernghormatan bagi peradaban Papua yang tenggelam di dataran Arafuruland itu!
Mereka iklas wilayah dataran itu harus digenangi air yang serupa gunung tingginya:
Saat di masa air laut masih berada di bawah dataran Sundaland, ada pula dataran yang tidak terendam yang menghubungkan Australia dan Papua, yaitu dataran laut Arafuru yang meluas ke barat hingga ke dataran laut Timor; dataran Arafuruland.
Dataran ini serupa dengan dataran Sundaland. Seluruh suku Papua dulunya juga tinggal di wilayah dataran yang luas antara Papua dan Australia, termasuk Kangguru.
Saat terjadi peluapan air laut maka komunitas kehidupan di dataran antara Papua dan Australia itu berpencar naik ke wilayah yang lebih tinggi, sebagian ke Papua dan sebagian ke Australia, Kangguru juga ikut lari menjauh dari air sebagian ke Papua dan sebagai ke Australia.
Komunitas peradaban suku asli Papua yang tinggal di dataran laut Arafuru dan orang-orang yang tinggal di dataran Sundaland sudah bertetangga sejak lama, sehingga penyatuan wilayah ke dalam
Negara Kesatuan Repulbik Indonesia sebenarnya juga simbolis kebesaran peradaban di masa Sundaland berjaya. Dataran Sundaland dan dataran laut Arafuru hanya dibatasi oleh laut kecil di sepanjang Maluku yang berbentuk cekungan dari atas ke bawah, melewati celah laut Banda hingga celah Timor dengan Nusa Tenggara, ini seperti saat kita berada di Singapura melambaikan tangan ke Malaysia, atau seperti orang Banyuwangi berteriak ke pacarnya yang ada di Bali lewat selat Bali.
Sekarang Australia yang dikendalikan oleh orang bule Eropa seperti lebih memiliki sejarah di kawasan ini dan mencoba untuk sesekali memaksakan kehendak. Mereka adalah tamu, dan akar budaya peradaban di kawasan ini akan menjadi milik komunitas wilayah kawasan ini sendiri.
Akar peradaban yang besar itu tidak akan benar-benar hilang. Yang namanya akar, yang sudah bertahan sangat lama, akan tumbuh berkembang, menampilkan kisah masa lampaunya kembali di kemudian hari. Indonesia - negara lain suka atau tidak - akan tumbuh besar mengulang kisah sejarah kebesaran peradaban Sundaland peradaban Arafuruland.
Pemakaman peradaban raksasa di bawah dasar laut jawa itu masih dilingkupi gejolak supranatural, yang akan memberikan pengaruh-pengaruh positif tentang keinginan para leluhur yang belum terpenuhi di masa hidupnya di masa lampau: kemajuan dan kebesaran harus kembali ke akarnya dan pemiliknya. Dan karena yang tinggal di wilayah angker dan mistis ini adalah sekarang bernama Indonesia, maka negeri ini akan melesat jauh melampau apa yang pernah dibayangkan oleh orang-orang penjajah sekaliber VOC yang gak jelas asal-usulnya.
Cerita kebesaran kerajaan di masa sekedar ratusan tahun silam adalah cerita “sederhana”, tidak lebih dari teaser atau opening credit tittle kalau diibaratkan sebuah film. Namun cerita yang sebenarnya belum digali. Kutukan dataran Sundaland itu akan mengenai seluruh kehidupan negeri ini.
Wilayah Papua yang masuk ke dalam wilayah NKRI akan lebih maju dan makmur dari yang masuk wilayah Papua Nugini. Hak-hak warga suku Papua yang masuk wilayah NKRI akan lebih dihormati oleh negara jika dibandingkan dengan hak-hak warga Aborigin di Australia. Ini akan terjadi karena kita sudah bertetangga erat bahkan sejak jaman es!
Seluruh jiwa dan raga para leluhur Sundaland yang terbenam hanyut di dasar laut Jawa akan membimbing siapa pun manusia yang memimpin di wilayah ini, siapa pun negaranya yang berada di wilayah ini. Indonesia akan jadi mercusuar dunia! Arah kiblat akan mengarah ke Indonesia. Orang-orang yang dulunya ke luar lari dari wilayah dataran Sundaland akibat air bah, dan berpencar ke wilayah-wilayah yang lebih tinggi akan merasakan kerinduan yang sangat besar terhadap negeri ini, negeri kita ini!
Perubahan peradaban di masa depan mungkin tidak dalam bentuk terjadinya pembekuan seperti di jaman es, tapi bisa juga dalam bentuk lain. Di jaman es, dataran Sundaland menjadi surga tempat hidup yang baik karena letaknya di equator dan disinari matahari sepanjang tahun.
Di masa sekarang, kebutuhan hidup, mulai dari sumber daya alam maupun produk-produk non sumber daya alam hingga kebutuhan tenaga kerja TKI, bisa jadi akan dipasok lebih besar oleh Indonesia. Indonesia akan dipandang sebagai sebuah tempat di mana negara lain pun bahkan sangat menginginkan kita untuk menyampaikan pendapatnya untuk permasalahan yang mereka hadapi.
Di masa jaman es, negeri ini dikenal sebagai negeri yang hangat. Di masa sekarang, “kehangatan” itu menjelma menjadi sesuatu yang lebih luas maknanya. Dan ini akan terlihat lebih jelas lagi beberapa dekade ke depan.
Untuk sekarang biarlah yang kita lihat hanyalah titik-titik momentum yang menjadi dasar batu pijakan untuk memulai semua kisah kebesaran Sundaland itu: masuk G-20, ekonomi kita mengalahkan Belanda dan Spanyol tidak lama lagi, komunitas muslim terbesar di dunia yang sekaligus negara demokrasi terbesar dunia. Ini hanya pembuka saja. Indonesia saat ini adalah penyuplai oksigen terbesar dunia!
Sebagian besar hutannya sepanjang tahun mendapat sinar matahari secara penuh dan ini memberikan suplai oksigen dalam jumlah besar yang global itung-itungannya. Jika kita stress dan menebangi seluruh hutan di di wilayah tropis equator ini, maka dunia akan kolaps! Ini bukti kecil, atau bisa pula disebut simbolisasi, betapa di masa sekarang pun lingkungan kehidupan global itu sangat membutuhkan wilayah yang disebut Indonesia.
Simbolisasi tentang masa silam pula, betapa wilayah dataran Sundaland itu juga menjadi sebuah wilayah yang menyediakan tempat hidup yang sangat global sifatnya. Orang Jawa Timur boleh mengagungkan Majapahit. Orang Sumatra boleh mengagungkan Sriwijaya. Orang Kalimantan boleh mengagungkan Kutai. Orang Papua boleh mengangungkan raja-raja dan suku-sukunya.
Semua itu hanya kepingan. Yang menyatukan semua itu adalah ruh para leluhur Sundaland dan leluhur dataran Papua yang juga terendam air bah di dataran Arafuruland. Tidak lama lagi akan terbentuk sebuah perwujudan peradaban yang lebih besar dan sifatnya global, melebihi sekedar batas wilayah negara di timur Papua atau di utara Kalimantan.
Sebuah batas yang tidak terhingga dan TNI tidak perlu mengirim tank Leopard untuk menjaganya. Batas-batas yang tidak akan pernah bisa dijajah oleh siapa pun, karena ini sudah tercetak di lempeng muka bumi, sudah diukir secara geologis oleh kekuatan yang maha besar.
Negeri ini seharusnya mungkin tidak hanya memperingati tanggal 17 Agustus sebagai hari kemerdekaan sebagai sebuah bangsa, tapi perlu pula melakukan sebuah ritual nasional tabur bunga dan berkabung di atas laut Jawa sebagai penghormatan terhadap peradaban Sundaland dan dilakukan juga di atas laut selat Darwin atau laut Arafuru sebagai pernghormatan bagi peradaban Papua yang tenggelam di dataran Arafuruland itu!
Mereka iklas wilayah dataran itu harus digenangi air yang serupa gunung tingginya:
“Biarlah anak-anakku menyelamatkan diri dan berpencar bersama anak-anak yang lainnya ke seluruh muka bumi, ke tempat-tempat yang tinggi dan beranak pinak di sana. Kelak, di waktu yang dekat maupun di waktu yang sangat lama, mereka akan kembali ke tempat ini dan mengerti bahwa peradaban yang mereka kenal selama hidupnya bermula dari sini.
Mereka akan kembali dan berkhidmat ke pangkuan ibu pertiwi!”
Mereka akan kembali dan berkhidmat ke pangkuan ibu pertiwi!”
Oleh : Firman Mawero
Foto : Istimewa
Foto : Istimewa