Jendela Nusantara

Sabdo Palon & Naya Genggong Nagih Janji

Cerita Plato tentang Atlantis - 370 SM

Jakarta (PerpustakaanTanahImpian) - Benua Atlantis pertama kali ditulis dalam sebuah dialogue karya Plato yang berjudul Timateus and Critias sekitar tahun 370 SM, yang mengatakan bahwa ada negeri subur, makmur, dan berteknologi maju, tetapi hancur oleh bencana alam, Plato sendiri mendapat kisah ini dari penduduk Mesir, dan orang di Mesir menyebutnya Keftiu.

Atlantis bermakna : Tanahnya Atlas – Negeri 2 Pilar/Tiang yang dapat diartikan sebagai negeri diantara dua Gunung Besar.

Atlantis adalah negeri yang sangat subur, makmur, berteknologi tinggi, dengan bentuk Kota berbentuk Lingkaran/Cincin, tersusun dari daratan dan perairan secara berurutan, negeri ini disusun berdasarkan perhitungan matematika yang sangat tepat dan efisien, sehingga tertata dengan rapi, dengan sebuah Istana Megah yang berdiri tepat di pusat kota, sebagai pusat pemerintahan.

Penduduk Atlantis terdiri dari dua bangsa, yang satu adalah turunan bangsa Lemuria yang berkulit putih, tinggi, bermata biru, dan berambut pirang, yang merupakan nenek moyang suku Bangsa Arya, sedang satunya lagi berkulit Coklat/Hitam, Relatif Pendek, Bermata Coklat, dan Berambut Hitam.

Penelitian mutakhir yang dilakukan oleh Aryso Santos, menegaskan bahwa Atlantis itu adalah wilayah yang sekarang disebut Indonesia. Setelah melakukan penelitian selama 30 tahun, ia menghasilkan buku Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitifve Localization of Plato’s Lost Civilization (2005).

Santos menampilkan 33 perbandingan, seperti luas wilayah, cuaca, kekayaan alam, gunung berapi, dan cara bertani, yang akhirnya menyimpulkan bahwa Atlantis itu adalah Indonesia. Sistem terasisasi sawah yang khas Indonesia, menurutnya, ialah bentuk yang diadopsi oleh Candi Borobudur, Piramida di Mesir, dan bangunan kuno Aztec di Meksiko.

Merujuk pada penelitian Santos, pada masa puluhan ribu tahun yang lalu wilayah negara Indonesia merupakan suatu benua yang menyatu. Tidak terpecah-pecah dalam puluhan ribu pulau seperti halnya sekarang. Santos menetapkan bahwa pada masa lalu itu Atlantis merupakan benua yang membentang dari bagian Selatan India, Sri Lanka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, terus ke arah timur dengan Indonesia (yang sekarang) sebagai pusatnya.

Di wilayah itu terdapat puluhan gunung berapi yang aktif dan dikelilingi oleh samudera yang menyatu bernama Orientale, terdiri dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

Teori Plato menerangkan bahwa Atlantis merupakan benua yang hilang akibat letusan gunung berapi yang secara bersamaan meletus. Pada masa itu sebagian besar bagian dunia masih diliput oleh lapisan-lapisan es (era Pleistocene) .

Dengan meletusnya berpuluh-puluh gunung berapi secara bersamaan yang sebagian besar terletak di wilayah Indonesia (dulu) itu, maka tenggelamlah sebagian benua dan diliput oleh air asal dari es yang mencair. Di antaranya letusan gunung Meru di India Selatan dan gunung Semeru/Sumeru/ Mahameru di Jawa Timur.

Lalu letusan gunung berapi di Sumatera yang membentuk Danau Toba dengan pulau Samosir, yang merupakan puncak gunung yang meletus pada saat itu. Letusan yang paling dahsyat di kemudian hari adalah gunung Krakatau (Krakatoa) yang memecah bagian Sumatera dan Jawa dan lain-lainnya serta membentuk selat dataran Sunda.

Atlantis berasal dari bahasa Sanskrit Atala, yang berarti surga atau menara peninjauan (Watch Tower - Suar), Atalaia (Portugis), Atalaya (Spanyol).

Plato menegaskan bahwa wilayah Atlantis pada saat itu merupakan pusat dari peradaban dunia dalam bentuk budaya, kekayaan alam, ilmu dan teknologi, dan lain-lainnya.

Plato menetapkan bahwa letak Atlantis itu di Samudera Atlantik sekarang. Santos berbeda dengan Plato mengenai lokasi Atlantis.
Ilmuwan Brazil itu berargumentasi, bahwa pada saat terjadinya letusan berbagai gunung berapi itu, menyebabkan lapisan es mencair dan mengalir ke samudera, sehingga luasnya bertambah. Air dan lumpur berasal dari abu gunung berapi tersebut membebani samudera dan dasarnya, mengakibatkan tekanan luar biasa kepada kulit bumi di dasar samudera, terutama pada pantai benua. Tekanan ini mengakibatkan gempa. Gempa ini diperkuat lagi oleh gunung-gunung yang meletus kemudian secara beruntun, dan menimbulkan gelombang tsunami yang dahsyat. Santos menamakannya Heinrich Events.

Sumber : http://karaengsubuh999.blogspot.com/2012/07/indonesia-adalah-jejak-para-nabi.html

Budaya Arab Ternyata Warisan dari Budaya Agama Kristen